Lembayung Mendayuh

Antara aku, kau, dan ilmu

Archive for the ‘Pendidikan’ Category

Setiap Manusia itu Unik…

Posted by ecanblue pada Februari 4, 2014

Setiap orang diciptakan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Mulai dari sidik jari, retina mata, bahkan kegantengan seseorang itu berbeda dengan yang lainya :-). Termasuk bakat alami misalnya, setiap orang sebenarnya mempunyai bakat alami yang hanya dimiliki oleh dia sendiri, yang berbeda dengan bakat orang lain. Memang terdapat kemiripan dengan orang lain, tetapi sama sekali tidak sama. Allah menganugerahkan bakat serta kemampuan yang berbeda kepada setiap orang dengan tujuan agar orang tersebut dapat saling berinteraksi yaitu dalam hubungan saling membutuhkan. Jika ada banyak orang yang mempunyai kemampuan yang benar-benar sama, maka seseorang dapat dengan mudah memutuskan tali silaturahmi dengan orang lain. Oleh karena itu, menurut hemat saya, manusia tidak dapat diperbandingkan secara objektif dengan manusia yang lain, karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Apalagi jika memperbandingkan seorang anak, misal, memperbandingkan anak kita dengan anak tetangga atau anak orang lain karena pada dasarnya orang tua pun tidak pernah mau diperbandingkan (Lihat tuh si asep, dia anak yang baik, nurut ke orang tua, tidak pernah nakal, gak pernah minta jajan… tiba-tiba si anak menggerutu, saya juga lebih baik punya bapak kayak bapak asep, banyak uang, ga pernah ngomel, permintaan apapun diikutin –> dan si ortu pun marah,, heuheu ).

Begitu pun dalam hal pendidikan, perlakuan terhadap anak pun pasti berbeda karena masing-masing anak membawa bakat dan minat nya masing-masing. Tapi “sistem pendidikan di Indonesia” ini sungguh luar biasa, setiap anak terkesan mesti bisa menguasai seluruh pelajaran di sekolah mulai dari matematika, seni, olahraga, sosial, IPA,dll :-(, padahal gurunya pun mungkin tidak menguasai seluruh materi pelajaran, pernahkah kita bertanya tentang batas negara Angola kepada guru matematika? atau bertanya tentang integral kepada guru sejarah? apakah mereka bisa menjawab pertanyaan tersebut?

“Banyak tapi dangkal” mungkin itu kalimat yang tepat,, kebayang kalau minat dan bakat kita di seni musik dan kita asah itu sejak dini, mungkin kita sudah bisa melebihi steven tyler, kebayang kalau minat dan bakat kita di sepak bola dan kita asah itu sejak dini, mungkin lionel messi pun lewat (lewat doang :-)),  kebayang kalau minat dan bakat kita di komputer, mungkin kita bisa bikin facebook versi indo atau kita bisa bikin film animasi atau kita bisa ngehack pentagon, hehe… [ Cristian Ronaldo pernah belajar aljabar ga ya??? *ngelamun ]

Sering kebayang betapa hebatnya kita, siswa-siswi merah putih berjuang, apalagi berjuang menghadapi UN atau sejenisnya, sekolah jam 7 kalau telat bersihin WC dech, padahal yang bikin telat kan karena kelamaan ngaca, wkkkk,, pulang jam 1, setelah itu lumayan istirahat setengah jam untuk dilanjutkan pada kegiatan TRYOUT di sekolah sampai ashar,, setelah itu ada yang ikutan bimbel juga loh sampai magrib, pulang kerumah ditanyain mama papa tentang nilai di sekolah, dan tetap di suruh ngerjain PR untuk ke esokan harinya, bangun pagi-pagi lagi dan kegiatan tersebut berulang, terus berulang dan terus berulang… heuheu…

Saya kira hal tersebut mengakibatkan kita berorientasi terhadap nilai dan hasil, mudah stress, otak kanan pun jarang terlatih, mengakibatkan prioritas hidup mengedepankan ego dan status. Kebanyakan dari kita kehilangan produktivitas pada usia emas (20-30 tahun), rata-rata lulus kuliah 23 tahun, kemudian pada umumnya menganggur (relatif, bisa tahunan), pas keterima kerja pun kebanyakan tidak atau kurang sesuai dengan bidang ilmu yang di pelajari saat masa kuliah. Mungkin itu fakta yang saya lihat.

Posted in Pendidikan | Leave a Comment »

Proses Lebih Penting Daripada Sekedar Nilai

Posted by ecanblue pada November 23, 2012

Tak sedikit pemandangan kenakalan pelajar yang merisaukan masyarakat, mulai dari tawuran antar sekolah, terlibat kejahatan narkoba, hingga kemunduran pengetahuan serta moral mengenai seksualitas dan lain sebagainya. Hal tersebut seharusnya menjadi bahan pemikiran berbagai pihak, mulai dari ruang lingkup kecil seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat sekitar hingga ruang lingkupan besar yang membentuk sistem pendidikan, dalam hal ini adalah pemerintah. Pemikiran tersebut mengenai pemahaman tentang penyebab serta solusi yang akan diberikan, bukan mencari kambing hitam dan membiarkan kenakalan tersebut menjadi sebuah tradisi pelajar negeri ini.

Apabila kita berbicara mengenai penyebab kenakalan pelajar, tentu banyak faktor dari yang sifatnya sistematik general hingga permasalahan individual. Tekanan tinggi yang diterima pelajar menjadi faktor pendorong utama dibarengi dengan pemberian pendidikan mental, sikap, dan agama yang kurang maksimal. Para pelajar dihadapkan pada segudang mata pelajaran dan dituntut untuk mendapatkan nilai yang baik pada setiap pelajaran tersebut. Setengah hari mereka terus melihat papan yang ditulisi berbagai teori dan hitungan, dengan tanggapan yang berbeda dari masing-masing pelajar, ada yang antusias dengan grafik konsentrasi yang menurun, ada yang memperhatikan dengan terpaksa, ada yang khayalannya terbang nan jauh disana, hingga ada yang tidur mengacuhkanya.

Pulang sekolah ketika sampai di rumah pun terkadang mereka tidak menemukan orang yang dapat berbagi cerita, berbagi kelu kesah, berbagi pandangan dan pendapat karena kedua orang tuanya sibuk bekerja. Terkadang juga langsung dihinggapi pertanyaan tentang nilai yang didapat di sekolah, bagaimana nilai matematikanya, bagaimana nilai bahasa inggrisnya, bagaimana nilai agamanya dan lainnya, sehingga secara tidak langsung menjadi tuntutan yang apabila ada yang bernilai buruk mendapatkan kemarahan atau hukuman, karena itu tak sedikit dari pelajar yang menghalalkan segala cara demi mendapat nilai yang baik seperti halnya mencontek. Terkadang dituntut untuk tambahan pelajaran, les ini dan itu, malam dipaksa untuk belajar lagi, dan mengerjakan pekerjaan rumah, kemudian tidur malam dan besoknya kembali beraktivitas yang sama, demikian seterusnya.

Hal tersebut menjadikan belajar menjadi momok yang menakutkan, dilakukan dengan terpaksa dan karena tuntutan, dan lama kelamaan benci dengan kata belajar. Apalagi keseluruhan mata pelajaran harus bernilai baik untuk mempertahankan gengsi masing-masing orangtua. Seharusnya dapat dibayangkan bagaimana tekanan yang diterima pelajar sehingga banyak dari mereka depresi dan stress menghadapi tuntutan tersebut dan menjadikan kenakalan sebagai pelarian dan sikap penolakan mereka terhadap tekanan yang mereka dapatkan.

Penanaman mengenai pemahaman bahwa belajar itu mengasyikan, belajar itu adalah sebuah proses, menuntut ilmu itu sebuah keindahan masa depan yang akan menjaga diri dari berbagai permasalahan, dan lain sebagainya belum tertapak dalam pemikiran dan hati para pelajar negeri ini. Pelajar seharusnya mendapat perlakuan tidak seperti halnya robot tapi sebagai anak manusia yang mesti dikembangkan potensinya dengan proses, perhatian, bimbingan, dan disesuaikan minat dan bakatnya. Setiap hari ditanyakan, dilihat dan dibimbing bagaimana proses dia belajar dengan tidak terlalu memberatkan terhadap nilai, nilai hanya sebuah laporan subjektif, karena setiap anak berbeda kemampuan intelektual dan emosionalnya, masing-masing memiliki kelebihan yang tentu harus dikembangkan potensi dari minat dan bakatnya tersebut. Pendidikan yang lebih mengutamakan proses jauh lebih memberikan mental jujur, positif, tahan banting, produktif, serta inovatif dibandingkan menitikberatkan pada nilai yang lebih membentuk karakter yang konsumtif, orientasi hasil, gelar dan status dan pada umumnya menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diharapkan.

Posted in Pendidikan | Leave a Comment »

Pendidikan Gempa Sejak Dini

Posted by ecanblue pada September 10, 2011

Bencana gempa bumi dewasa ini yang melanda di berbagai daerah gempa di Indonesia, tentunya memberikan trauma dan kesedihan tersendiri bagi para korban, terutama anak-anak yang mungkin sebelumnya belum mengerti apa yang telah terjadi, apa yang telah menimpa mereka, dan apa yang akan terjadi selanjutnya. Oleh karena itu, diperlukan pengajaran dan pendidikan mengenai gempa bumi pada anak-anak sejak dini untuk membentuk pengetahuan, mental, serta karakter anak yang siap dan kuat menghadapi segala aspek tentang gempa bumi terutama akibat yang ditimbulkanya.

Hal tersebut mesti dilakukan mengingat kita yang hidup di Indonesia, selalu harus berurusan dengan apa yang namanya gempa bumi karena sebagian besar wilayah Indonesia berupa gunung berapi (berada pada kawasan ring of fire) dan secara geografis terbentuk dari tiga lempeng utama dunia yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Kedua faktor tersebutlah yang pada umumnya membuat getaran pada kerak bumi sebagai gejala pengiring dari aktivitas vulkanisme gunung api dan aktivitas tektonisme yaitu pertemuan dua lempeng pada suatu titik, keduanya dapat bergerak saling menjauhi, saling mendekati atau saling bergeser yang kadang-kadang, gerakan lempeng ini macet dan saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan mendadak yang kita kenal sebagai gempa bumi.

Hal pertama yang harus dilakukan untuk memberikan pendidikan pada anak yaitu adanya pemahaman dan pengetahuan yang baik mengenai gempa bumi ini pada pendidik baik itu orang tua, guru, ataupun pihak pemerintah terkait sehingga dapat juga menyampaikannya dengan baik dan benar pula pada anak yang tentunya dengan menggunakan bahasa anak itu sendiri. Hal tersebut dapat diambil dengan menceritakan serta melukiskan contoh kejadian gempa bumi yang telah terjadi saat ini, memberikan pengertian tentang gempa bumi bahwa hal tersebut adalah siklus alam yang biasa terjadi dan juga akan terus berulang di waktu yang akan datang, siklus alam seperti halnya hujan, petir, siang, dan malam, sehingga membuat adanya pengetahuan dan pemakluman pada anak tentang gempa bumi ini sebagai hal yang wajar dari adanya aktivitas bumi yaitu bahwa bumi juga berkegiatan seperti manusia semisal bergerak. Kemudian menceritakan akibat gempa bumi dengan skala yang besar yang dapat merusak bangunan bahkan merobohkanya akibat terus menerus digetarkan dengan keras oleh bumi. Hal tersebut yang dapat melukai manusia yaitu akibat tertimpa reruntuhan bangunan.

Harapanya dengan mengetahui pengertian dan akibat dari gempa bumi dapat menimbulkan diseminasi informasi bagi sang anak, sehingga timbul solusi tersendiri bahwa yang melukai banyak manusia adalah reruntuhan bangunan sehingga jika terjadi gempa bumi maka semestinya pergi ke tempat yang jauh dari bangunan-bangunan tersebut yaitu lapangan yang kosong. Kemudian kita ceritakan kembali bahwa kadang kala gempa bumi terjadi dengan sangat cepat dan dengan kekuatan getaran yang besar sehingga kadang tidak ada waktu untuk menyelematkan diri keluar maka kita harus segera berlindung di tempat yang memungkinkan baik itu di bawah meja atau yang lainya. Namun kadang pula, terjadi dengan cepat namun dengan getaran sangat kecil, kalau orang sunda mengatakannya dengan lini, maka kita tidak perlu terlalu panik karena hal tersebut sebagai akibat gempa bumi yang mungkin terjadi di daerah yang jauh dari daerah kita yang getaranya terasa sampai sini. Ceritakan juga yang lainya seperti karakteristik gempa lainya, kenapa tsunami dapat terjadi dan bagaimana bertindak apabila tsunami terjadi, menceritakan kadang ada juga tanda-tanda alam baik itu awan gempa ataupun perilaku hewan-hewan yang memiliki insting tajam terhadap bencana gempa, bagaimana bersikap empati dan menolong terhadap korban bencana gempa bumi, dan hal lainya yang membentuk opini positif anak terhadap gempa bumi. Sekali lagi keseluruhan penjelasan mesti dengan bahasa anak yaitu yang lebih sederhana, bahasa yang mendidik dan mudah dimengerti, bahasa yang proaktif dan menarik, dan juga bahasa dengan arahan dan persuasif.

Dengan mengetahui pengertian, pemahaman, pemakluman, akibat, serta solusi dari gempa bumi setidaknya memberikan pembekalan terhadap anak agar tidak menimbulkan kepanikan yang dalam atau shock saat terjadi gempa yang dapat menimbulkan rasa trauma yang jauh lebih dalam karena membentuk dan menghindari jauh lebih baik daripada mengobati apalagi menyangkut permasalahan psikologis. Setelah secara internal anak-anak mengetahui tentang gempa juga diperlukan aplikasi eksternal misalnya dalam bentuk simulasi gempa di sekolah-sekolah agar mengetahui dan melatih respon anak apabila terjadi gempa bumi. Kemudian setelahnya diberi arahan kembali bagaimana seharusnya tindakan-tindakan yang diambil ketika gempa terjadi.

Tentunya secara keseluruhan, hal ini memerlukan sistem dan kerjasama berbagai pihak, baik itu dari orang tua, guru, maupun pemerintah. Karena anak-anak adalah aset bangsa yang berarti mental anak-anak bangsa adalah mental bangsa di kemudian hari yang juga akan diwariskan ke generasi-generasi berikutnya. Sehingga diperlukan perhatian lebih terhadap anak-anak, yang salah satunya adalah proses pencegahan dan solusi gempa yang salah satu aspek yang penting adalah permasalah psikologis dari korban terutama anak-anak. Hal tersebut bertambah penting ditengah solusi teknologi gempa yang masih belum dapat memperkirakan terjadinya gempa dan meminimalisir korban yang diakibatkanya. Kita harus segera tanggap dalam berpikir dan bertindak untuk mengahadapi bencana gempa bumi, minimal dari diri kita sendiri, dari keluarga kita, dan dari anak-anak kita, bukan hanya sekedar menanti munculnya ratap tangis.

Posted in Pendidikan | Leave a Comment »

Muridku Pelangiku Hidupku Perjuanganku

Posted by ecanblue pada September 10, 2011

Pelangi adalah sebuah simbol keindahan alam, namun untuk dapat melihat dan menikmati rasa takjubnya diperlukan suatu siklus dan proses yang panjang. Begitu pula arti proses perjuangan seorang pendidik atau dalam makna profesi adalah seorang guru. Hujan keringat yang selalu membasahi di setiap sela kujur tubuh, suara yang harus selalu digelegarkan untuk memberikan didikan dan ajaran yang maksimal, pelan hingga keras layaknya halilintar, gerak angin yang kadang tak teratur dari tingkah laku setiap murid yang berbeda tabiat pun seolah mesti dimengerti dan dipahami satu per satu, tiada lain hanya untuk kestabilan emosi, perilaku yang baik dan terarah, juga motivasi belajar yang selalu ada dalam diri setiap murid.

Badai pun kadang kala menerpa, mulai dari yang kecil hingga besar, seperti terkadang keluhan yang menjurus menyalahkan dari beberapa orang tua murid, yaitu  ketika anaknya berperilaku kurang baik dan memiliki nilai rendah yang seperti menyeret pendidik di sekolah dalam lubang kesalahan yang besar. Sebuah ilustrasi dari kesibukan kerja padat para orang tua yang rela mengeluarkan uang berapa pun kepada siapa pun agar anaknya baik dan pintar, dibalik sebuah perasaan rindu sang anak yang menginginkan perhatian yang besar dari orang yang telah diberi amanat dan ujian terhadap mereka yakni orang tuanya. Uang dan guru hanyalah faktor pendukung dan pembantu dalam menyukseskan pola asuh yang dikembangkan orang tua. Selanjutnya, kesulitan ekonomi yang kadang kala menghimpit para guru untuk berbuat maksimal, pikiran yang melayang memikirkan uang sekolah anaknya, uang untuk makan dan pakaian, tuntutan cicilan sana sini dan hal lainya, apalagi kalau sudah berkeluarga dan apalagi kalau guru honorer dan swasta yang kecil.

Tapi apalah artinya hujan, halilintar, terpaan angin, hingga badai yang menghujam, jikalau pelangi dapat muncul dengan begitu indahnya, membuat hati tersenyum penuh warna, membawa dispersi kebahagiaan dalam jiwa hingga membuat lekukan bibir pun melebar. Sebuah pelangi yang identik dengan keberhasilan sang murid menggapai cita-citanya. Itulah pelangi senyuman bagi guru melihat murid-muridnya berhasil, bukan hanya berhasil dalam akademis, prestasi, ataupun pekerjaan, namun berhasil dalam bersikap dan bermanfaat bagi orang lain.

Mungkin hal tersebut yang membuat istilah guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Suatu istilah yang membanggakan bagi para guru yang diberi gelar pahlawan dengan berbagai pengabdian dan pengorbanannya, mengemban salah satu tujuan bangsa yang besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan tugas yang seberat tersebut diperlukan perhatian dan penghargaan lebih terhadap guru untuk membentuk sumber daya manusia yang handal dan kompetitif. Artinya kata ‘tanpa’ pada pahlawan tanpa tanda jasa bukan berarti profesi guru dapat dipandang sebelah mata, diperlukan keprofesionalisme dengan pengabdian yang tinggi terhadap amanat yang diembanya. Sebagai contoh, saat ini jangan dijadikan profesi guru sebagai pilihan terakhir bekerja untuk para lulusan strata diploma atau sarjana yang kesulitan mendapatkan pekerjaan di tempat lain. Tapi junjunglah sebagai profesi yang dicita-citakan sehingga terdapat sinkronisasi antara minat, bakat keilmuan, serta tujuan diri terhadap keinginan yang tercapai. Hal tersebut akan menjadikan seorang guru dapat berbuat maksimal kerena pekerjaan yang dilakukanya sesuai dengan keinginan dan keilmuanya.

Selain itu, tidak dapat dipungkiri faktor ekonomi menjadi aspek mendasar kualitas guru yang berimbas pada kualitas pendidikan bangsa. Hal tersebut juga yang menyebabkan profesi guru menjadi pilihan terakhir dalam mencari pekerjaan para lulusan sarjana baru. Oleh karena itu, diperlukan penghargaan dan perhatian ekonomi lebih secara merata terhadap guru, artinya dari segi kesejahteraan dan pelayanan fasilitas seperti kesehatan, bank buku, penyuluhan pengembangan potensi guru, keluarga, dan lain-lain, sesuai dengan perjuangan dan pengabdiannya selama ini.

Saat ini, ditengah perkembangan perhatian terhadap profesi guru, masih banyak juga menyimpan sekelumit cerita, seperti guru yang harus menempuh perjalanan jauh ke tempat mengajarnya, tak sedikit yang jalan kaki di berbagai pelosok pedalaman negeri, ada yang bersepeda, mungkin yang sudah berpuluh-puluh tahun mengabdi menggunakan sepeda motor, ditengah murid-muridnya yang masih remaja menggunakan kendaraan yang nyaman dan nyentrik. Kemudian guru yang rela bekerja sampingan setelah mengajar formal untuk memenuhi tuntutan kehidupan, ada yang menambah jadwal mengajar dengan menjadi guru les privat, berjualan di waktu senggang, menulis sebuah karya, dan bisnis-bisnis lainya yang dapat dilakukan. Kemudian tak sedikit juga yang berpenghasilan sangat kecil walaupun sudah bertahun-tahun mengabdi karena masih menjadi honorer ataupun yang lainya, dan masih banyak cerita lainya yang dapat diangkat dari lika-liku profesi guru. .

Hal tersebut bukanlah sebuah hal pengaduan atau bahkan sebuah keluhan hati melainkan sebuah gugahan atau pemahaman kesadaran akan pentingnya pembangunan kecerdasan kehidupan bangsa sebagai identitas dan citra kemajuan bangsa, yang salah satu aspek terpentingnya adalah meningkatkan kualitas pendidik dan pengajar termasuk kemampuan, keilmuan, dedikasi, dan taraf kesejahteraan. Jika kembali kita melihat sejarah saat Indonesia merdeka di tahun 1945, dan kemudian di tahun yang sama Jepang porak poranda oleh bom nuklir yang dahsyat sehingga Jepang mengalami kemorosotan di segala bidang yang membuat mereka harus segera berbenah untuk bangkit. Hal yang menarik ketika itu adalah pertanyaan panglima perang mereka saat mereka hancur dan kalah bukanlah pertanyaan berapa orang prajurit yang tersisa dan masih hidup, namun berapa banyak pengajar yang masih bertahan hidup. Dan kita dapat melihat seperti apa Jepang sekarang, dengan kemajuan teknologi yang pesat,  pembangunan di segala bidang yang merata, dan taraf kesejahteraan yang baik walaupun tidak dibarengi dengan sumber daya alam yang melimpah, namun memiliki sumber daya manusia yang handal dan kompetitif. Hal ini dapat menjadi sebuah cermin akan pentingnya menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik keilmuan dan sikap dengan dimulai dengan menghargai, memahami, dan meningkatkan kualitas pendidik untuk kemajuan bangsa dan negara.

Keadaan murid-murid Indonesia saat ini pun beragam, ada yang mampu meraih prestasi tinggi dengan memenangkan olimpiade suatu bidang studi baik di tingkat nasional, asia, bahkan dunia, ada yang meraih prestasi keterampilan mulai dari keahlian teknis sampai komunikasi, ada yang mampu menempuh sukses ke perguruan tinggi favorit baik dalam maupun luar negeri, ada yang menunjukan keuletan dan kesungguhanya dalam belajar, berorganisasi dan bersikap di lingkungan sekolah. Hal tersebut benar-benar sebuah penghargaan keindahan yang tiada tara dari pelangi yang terukir dengan keringat dan pena bagi guru. Namun juga, tak sedikit yang menunjukan kelabilanya dengan berbuat hal yang kurang baik, baik itu adanya tawuran, perkelahian, geng motor, dan kenakalan lainya yang meresahkan orang banyak. Berkebalikan dari sebelumnya, hal ini justru menjadi pukulan telak dari pembentukan pelangi dan pelajaran balik akan sistem pendidikan dan kerjasama antara pihak orang tua dan sekolah. Mencari berbagai solusi untuk menciptakan keseluruhan pelangi yang mampu berkontribusi terhadap orang banyak akan menjadi pekerjaan rumah yang berat untuk berbagai pihak, namun dengan tekad, tujuan, dan sistem pendidikan yang baik, hal tersebut akan tercapai, yaitu membentuk pelangi yang handal untuk kemajuan bangsa.

Tongkat sejarah pendidikan akan terus bergulir dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, dan hal tersebut akan menjadi proses yang akan menciptakan sistem. Pendidikan yang dilakukan saat ini dan terdahulu memberikan pengaruh dan menjadi akar, batang, ranting, dan lainya untuk membentuk buah yang unggul. Pendidik, pengajar, bersama orang tua adalah salah satu dari sistem yang menjadi akar yang menentukan kokohnya pondasi dari sang generasi penerus. Oleh karena itu, kembali lagi bahwasanya guru bukan sebuah profesi yang mudah dan dapat dipandang sebelah mata, diperlukan kualitas, profesionalitas, dan penghargaan yang sesuai karena menjadi salah satu tulang punggung sebuah bangsa yang mengemban amanat untuk membentuk sumber daya manusia yang cerdas dan mantap secara keilmuan dan tata laku yang nantinya akan menjadi penerus pemimpin-pemimpin bangsa. Membentuk pelangi-pelangi yang menawan dan membanggakan yang akan menjadi citra keindahan dan simbol kemajuan bangsa. Satu keinginan dan tujuan mulia dari proses dedikasi ini adalah melihat pelangi-pelangi sukses dan hal itu adalah bentuk penghargaan yang terbesar, kembali lagi dari sebuah ukiran keringat, pena, dan pengabdian. Terus pancarkanlah keindahanmu, pelangi.

Posted in Pendidikan | Leave a Comment »

MEMBACASYIK (Membaca itu asyik)

Posted by ecanblue pada September 10, 2011

                Apabila kita sedikit membuka album memori kita, tentu saja pasti kita masih ingat, ajaran dan nasehat orang tua yang dengan sabar mendidik kita sejak kecil agar dapat mengenal abjad demi abjad, yang kemudian akan terangkai menjadi sebuah kata, hingga pada akhirnya menjadi untaian kalimat demi kalimat yang akan memberikan banyak informasi penting ke dalam memori otak kita. Mungkin kita juga jarang menyadari bahwa dari hal kecil seperti membaca lah kita dapat tertawa, sedih, dan berimajinasi dengan membaca cerita, novel, atau komik, kita dapat mengetahui informasi seluruh dunia, dari bacaan di koran, internet, atau majalah, kita dapat menjadi seorang ahli dan berkarya pun awalnya dengan membaca buku, bahkan majunya teknologi pun awalnya dari bacaan-bacaan yang dibaca dan terus dibaca. Oleh karena itu, Islam mengajarkan pertama kali untuk Iqra yang berarti bacalah, karena mengingat manfaatnya paling besar untuk kemajuan umat manusia dalam mengembangkan potensi sebagai hamba Tuhan dan khalifah di muka bumi.

            Untuk mencapai hal tersebutlah, maka membaca harus menjadi budaya. Budaya ada karena timbul kebiasaan dari masing-masing individu yang nantinya menjadi sebuah komunitas pembaca dan akan berkembang terus hingga ruang lingkup yang lebih luas lagi. Nah, kebiasaan timbul karena ada rasa senang atau suka dari masing-masing individu. Oleh karena itu, yang menjadi kunci disini adalah bagaimana agar membaca itu menjadi asyik bagi setiap orang terutama anak-anak yang menjadi dasar dan cikal bakal generasi seterusnya.

            Hal pertama yang membuat membaca itu asyik yaitu dengan mengenalkan dan mengetahui apa manfaat dari membaca, yaitu kita dapat mengetahui sesuatu dari yang sebelumnya kita tidak tahu, dan dari hal yang kita dapat ketahui tersebut akan menimbulkan banyak rasa penasaran dan keasyikan tersendiri nantinya. Seperti halnya, membaca komik, maka dengan membaca komik serial pertama maka kita akan mempunyai rasa ingin tahu lebih dengan ingin membaca serial-serial selanjutnya. Dari hal tersebut pula, kita dapat membuat persepsi dalam pikiran, dengan menerapkan bahwa membaca buku keilmuan pun seperti membaca komik yang akan membuat rasa asyik dan penasaran. Setelah itu, kita juga harus mengetahui dampak negatif dan juga kerugian besar apabila kita jarang membaca bahkan buta huruf. Sebagai contoh, apabila jarang membaca, kita akan kalah berkompetisi dengan orang lain karena pengetahuan kita yang minim, yang akan membuat potensi kita kurang dapat berkembang, sehingga mengakibatkan fungsi kita menurun dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan dalam cerita yang berjudul ”The Reader”, orang bisa dipenjara selama dua puluh tahun lebih karena dilema yang timbul akibat tidak dapat membaca (buta huruf).

            Selanjutnya, untuk menjadikan membaca itu asyik adalah teladan dan fasilitas. Seorang anak yang sering melihat kedua orang tuanya asyik membaca dengan berbagai ekspresi yang ditimbulkanya akan memberikan stimulus positif terhadap anak untuk ikut menyenangi membaca. Kemudian, tentunya adanya fasilitas, dengan semakin banyaknya buku bacaan di sekitar anak, maka anak akan sering melihat buku dan banyaknya kesempatan anak memegang buku, sehingga suatu saat bila diperlukan dan terdapat waktu luang, maka anak tersebut akan membacanya.

            Pada intinya, menanamkan budaya membaca itu asyik bukan karena tekanan atau tuntutan, akan menambah esensi membaca sehingga manfaat yang ditimbulkanya pun dapat maksimal, dan dapat menghasilkan karya-karya nyata bagi masyarakat. Membaca pun menjadi dasar kekuatan potensi seseorang atau komunitas, oleh karena itu, jadikan membaca itu asyik sehingga akan semakin sering kita membaca dan akan semakin terbuka juga potensi yang kita miliki untuk dapat kompetitif pada era globalisasi ini.

Posted in Pendidikan | Leave a Comment »

“Belajar Asyik” Kunci Sukses Menggapai Prestasi

Posted by ecanblue pada September 10, 2011

Ternyata banyak anak-anak di dunia ini dapat mencoretkan tinta kesuksesan prestasinya sejak dini loh, seperti syd. Husein yang saat itu berusia 5 tahun mampu hafal (tahfidz) Al-Qur’an sebanyak 30 juz sekaligus mampu menterjemahkan dan mengerti maknanya, Ahmad Saud Al Muzammil yang terkenal dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibacakannya dengan begitu fasih dan indah, kemudian yang cukup menghebohkan pula adalah bobolnya sistem keamanan networking pentagon di Amerika yang ternyata dilakukan oleh anak yang berusia belasan tahun, padahal orang dewasa yang seorang ahli informasi teknologi pun belum mampu melakukanya, selain itu, tidak kalah juga, anak-anak Indonesia pun mampu berprestasi, semisal dapat meraih medali emas di berbagai olimpiade sains internasional dan contoh-contoh prestasi lainya di berbagai bidang.

Prestasi yang anak-anak itu raih ternyata bukan hanya sekedar dari bakat yang muncul secara tiba-tiba ataupun anugerah yang sudah melekat tanpa proses dan usaha, namun ada satu kunci yang membuat bakat dan potensi itu bisa muncul yaitu mereka menyadari bahwa ternyata belajar itu adalah sesuatu yang mengasyikan seperti halnya membaca komik, main game, nonton film kartun, main bola, ataupun main boneka. Caranya membuat belajar itu asyik adalah menyukai apa yang dipelajari dengan motivasi dalam diri yang mengatakan bahwa belajar itu penting untuk kita dan dapat membuat banyak kesenangan, kebahagiaan dan manfaat untuk orang-orang di sekitar kita.

Buku pelajaran dapat menjadi sebuah rangkaian cerita yang menyenangkan sehingga dapat dibaca dengan senyum dan dengan waktu yang lama bahkan berulang-ulang layaknya komik yang sering membuat rasa penasaran, pekerjaan rumah yang dipelajari, dipikirkan dan dikerjakan dengan seksama tanpa merasa adanya keluhan namun justru semangat untuk menyelesaikanya seperti memainkan sebuah game yang tiada henti terus dicoba untuk menamatkanya sehingga mampu duduk berjam-jam untuk melakukannya, ataupun dapat belajar bersama teman-teman lainya untuk saling melengkapi yang menjadikan suasana nyaman, enak, dan riang, seperti perasaan kebersamaan yang dirasakan saat bermain bola ataupun bermain boneka bersama.

Selain rasa suka yang digambarkan dengan mencoba untuk merasakan belajar sebagai permainan yang menarik, keasyikan juga timbul dari rasa kesadaran tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain. Salah satunya adalah keinginan yang besar untuk menggapai cita-cita diri atau membahagiakan orang tua dengan meraih prestasi belajar. Dengan timbulnya rasa suka, kesadaran kepentingan dan tanggung jawab belajar yang menitikberatkan pada proses bukan nilai maka keasyikan belajar akan tercipta sehingga potensi diri akan terus berkembang dan prestasi akan ikut dengan sendirinya.

Keasyikan belajar ini pula tidak hanya timbul dari dalam diri anak namun juga adanya dorongan dari luar seperti arahan dan pendidikan dari orang tua, guru, dan lingkungan sekitar yang kompetitif yang disesuaikan dengan bakat dan potensi anak. Orang tua yang seorang ilmuwan setidaknya akan membawa motivasi kesukaan anak terhadap bidang-bidang sains, atau lingkungan keluarga yang akademisi membuat anak bermotivasi prestasi lebih daripada anggota keluarga sebelumnya. Hasil yang didapat dari keasyikan belajar ini juga bukan hanya berimbas pada prestasi, namun terdapat rasa kepuasan dan keinginan untuk terus belajar karena adanya kesenangan dan rasa keingin tahuan sehingga potensi yang ada di dalam diri akan terus berkembang.

Posted in Pendidikan | 2 Comments »

Hijrah pendidikan

Posted by ecanblue pada November 21, 2010

Tahun baru sering dijadikan sebuah momentum evaluasi dan perubahan dari segala aspek bidang mulai dari yang sifatnya individual hingga yang bersifat umum. Apalagi kalau berbicara tentang tahun baru Hijriyah yang mencerminkan sesuatu kehidupan yang berhijrah yaitu berpindah menuju hal yang lebih baik dari sebelumnya. Tak terkecuali pendidikan bangsa ini, yang mesti mendapat perhatian ekstra untuk berhijrah agar sesuai dengan salah satu tujuan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hijrah terdapat dua hal yang penting yaitu evaluasi dan action yang keduanya ditujukan untuk perubahan yang lebih baik.

Dari segi evaluasi pendidikan bangsa, banyak yang harus diperhatikan untuk dievaluasi, namun salah satu hal yang penting dari itu semua yaitu bagaimana menjadikan sekolah menjadi education credible institution yaitu sebagai tempat terpercaya yang menjadikan siswa-siswi yang bukan hanya pintar dalam berpikir tetapi benar secara sikap, yang berarti pula bukan hanya sebagai tempat untuk mengajar namun juga sebagai tempat untuk mendidik. Menjadikan sekolah menjadi tempat yang disenangi serta tempat apresisai karya dan potensi bagi siswa, sehingga tercipta suasana belajar yang asyik tanpa beban, yang menjadikan pelajaran dan pendidikan menerap dalam diri setiap siswa. Sebagai tempat dimana siswa dapat mendapat tujuan, panutan, dan inspirasi dari setiap langkah yang mereka jalani.

Untuk menuju ke arah evaluasi tersebut, diperlukan action sebagai tindak lanjut perubahan dari hasil evaluasi. Action tersebut mesti mendapat dukungan, kerjasama, serta visi dan misi yang sama untuk mewujudkan pendidikan yang unggul, terutama dari pihak orang tua dan keluarga sebagai pijakan dasar kuat bagi anak, guru beserta staf sekolah sebagai eksekutor sistem, pemerintah sebagai pembuat kebijakan sistem, lembaga yudikatif dan legislatif sebagai pengawas sistem, juga masyarakat sebagai pemberi dukungan.dan kritik terhadap keberjalanan sistem. Action tersebut diharapkan menjadi sebuah solusi untuk menjawab tantangan pendidikan yang lebih berat kedepanya.

Action tersebut dapat berupa pemahaman terhadap orang tua bahwa ruang lingkup keluarga adalah tulang punggung dan pijakan utama bagi pendidikan, sehingga tercipta rasa tanggung jawab dan amanah dari orang tua terhadap pendidikan anaknya. Lalu, peningkatan kualitas guru dengan pemberian pembekalan serta training bagaimana cara pengajaran dan pendidikan yang baik dan tepat untuk masing-masing karakter siswa, dan yang tak kalah penting pula, salah satu diantara peningkatan kualitas guru pun mesti dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan bagi guru. Selanjutnya, peningkatan fasilitas dan kualitas infranstruktur sekolah agar siswa dapat mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya, baik dari fasilitas laboratorium, perpustakaan, ektrakurikuler, komputerisasi, dan hal lainya. Dan untuk terbentuknya koordinasi, stabilisasi, dan tercapainya tujuan pendidikan, diperlukan sistem pendidikan yang baik dan tepat agar seluruh aspek yang terlibat dalam pendidikan dapat melakukan tugasnya dengan baik, efektif, dan efisien. Dan hal yang terpenting siswa-siswa pendidikan merasa nyaman, asyik, terfasilitasi,  murah, dan tidak tertekan dalam menjalani pendidikannya.

 

Posted in Pendidikan | Leave a Comment »

Proses Lebih Penting Daripada Sekedar Nilai

Posted by ecanblue pada November 20, 2010

Tak sedikit pemandangan kenakalan pelajar yang merisaukan masyarakat, mulai dari tawuran antar sekolah, terlibat kejahatan narkoba, hingga kemunduran pengetahuan serta moral mengenai seksualitas dan lain sebagainya. Hal tersebut seharusnya menjadi bahan pemikiran berbagai pihak, mulai dari ruang lingkup kecil seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat sekitar hingga ruang lingkupan besar yang membentuk sistem pendidikan, dalam hal ini adalah pemerintah. Pemikiran tersebut mengenai pemahaman tentang penyebab serta solusi yang akan diberikan, bukan mencari kambing hitam dan membiarkan kenakalan tersebut menjadi sebuah tradisi pelajar negeri ini.

Apabila kita berbicara mengenai penyebab kenakalan pelajar, tentu banyak faktor dari yang sifatnya sistematik general hingga permasalahan individual. Tekanan tinggi yang diterima pelajar menjadi faktor pendorong utama dibarengi dengan pemberian pendidikan mental, sikap, dan agama yang kurang maksimal. Para pelajar dihadapkan pada segudang mata pelajaran dan dituntut untuk mendapatkan nilai yang baik pada setiap pelajaran tersebut. Setengah hari mereka terus melihat papan yang ditulisi berbagai teori dan hitungan, dengan tanggapan yang berbeda dari masing-masing pelajar, ada yang antusias dengan grafik konsentrasi yang menurun, ada yang memperhatikan dengan terpaksa, ada yang khayalannya terbang nan jauh disana, hingga ada yang tidur mengacuhkanya.

Pulang sekolah ketika sampai di rumah pun terkadang mereka tidak menemukan orang yang dapat berbagi cerita, berbagi kelu kesah, berbagi pandangan dan pendapat karena kedua orang tuangya sibuk bekerja. Terkadang juga langsung dihinggapi pertanyaan tentang nilai yang didapat di sekolah, bagaimana nilai matematikanya, bagaimana nilai bahasa inggrisnya, bagaimana nilai agamanya dan lainnya, sehingga secara tidak langsung menjadi tuntutan yang apabila ada yang bernilai buruk mendapatkan kemarahan atau hukuman, karena itu tak sedikit dari pelajar yang menghalalkan segala cara demi mendapat nilai yang baik seperti halnya mencontek. Terkadang dituntut untuk tambahan pelajaran, les ini dan itu, malam dipaksa untuk belajar lagi, dan mengerjakan pekerjaan rumah, kemudian tidur malam dan besoknya kembali beraktivitas yang sama, demikian seterusnya.

Hal tersebut menjadikan belajar menjadi momok yang menakutkan, dilakukan dengan terpaksa dan karena tuntutan, dan lama kelamaan benci dengan kata belajar. Apalagi keseluruhan mata pelajaran harus bernilai baik untuk mempertahankan gengsi masing-masing orangtua. Seharusnya dapat dibayangkan bagaimana tekanan yang diterima pelajar sehingga banyak dari mereka depresi dan stress menghadapi tuntutan tersebut dan menjadikan kenakalan sebagai pelarian dan sikap penolakan mereka terhadap tekanan yang mereka dapatkan.

Penanaman mengenai pemahaman bahwa belajar itu mengasyikan, belajar itu adalah sebuah proses, menuntut ilmu itu sebuah keindahan masa depan yang akan menjaga diri dari berbagai permasalahan, dan lain sebagainya belum tertapak dalam pemikiran dan hati para pelajar negeri ini. Pelajar seharusnya mendapat perlakuan tidak seperti halnya robot tapi sebagai anak manusia yang mesti dikembangkan potensinya dengan proses, perhatian, bimbingan, dan disesuaikan minat dan bakatnya. Setiap hari ditanyakan, dilihat dan dibimbing bagaimana proses dia belajar dengan tidak terlalu memberatkan terhadap nilai, nilai hanya sebuah laporan subjektif, karena setiap anak berbeda kemampuan intelektual dan emosionalnya, masing-masing memiliki kelebihan yang tentu harus dikembangkan potensi dari minat dan bakatnya tersebut, tidak membandingkanya dengan anak yang lain karena orang tua atau guru pun tidak suka bila dibandingkan dengan yang lain, begitu pun dengan anak. Masuki dunia mereka bukan bersikeras memasukan mereka ke dunia guru atau orang tua yang lebih banyak mengagungkan prestise, dan tanamkan arti sebuah proses itu jauh lebih penting dan diharapkan daripada sebuah nilai sehingga pelajar negeri belajar untuk menuntut ilmu mengembangkan potensi diri bukan belajar untuk mengejar nilai, gengsi ataupun gelar yang sebenarnya kosong tanpa isi, hanya sebuah kebanggaan yang akan menghambat diri untuk terus belajar dan mengembangkan potensi diri.

 

Posted in Pendidikan | Leave a Comment »